Kamis, 17 Desember 2015

Isi Surat Edaran/Hate Speech Kapolri untuk Perbuatan Menghinaan dan Menghasut



Bab.I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Add caption
Melatar belakangi alasan Kapolri mengeluarkan surat edaran menangani ujaran kebencian (hate Speech), Warga masyarakat saat ini sudah tidak bisa sembarangan mencela atau meng
hasut orang atau kelompok lain sesuka hatinya. Ini karena Kapolri Jenderal  Badrodin Haiti telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri untuk menangani ujaran kebencian (hate speech) tersebut.
Surat Edaran hate speech ber-Nomor SE/06/X/2015 itu ditandatangani pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.
Pada salinan SE yang diterima dari Divisi Pembinaan dan Hukum (Divbinkum) Polri, disebutkan persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Bab.II
Pembahasan
B.     Bentuk, Aspek dan Media Hate Speech
Pada Nomor 2 huruf  (f) SE disebutkan, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
1. Penghinaan.
2. Pencemaran nama baik.
3. Penistaan.
4. Perbuatan tidak menyenangkan.
5. Memprovokasi.
6. Menghasut.
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Selanjutnya pada huruf (g) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku.
2. Agama.
3. Aliran keagamaan.
4. Keyakinan atau kepercayaan.
5. Ras.
6. Antargolongan.
7. Warna kulit.
8. Etnis.
9. Gender.
10. Kaum difabel.
11. Orientasi seksual.
Pada huruf (h) disebutkan, ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
1. Dalam orasi kegiatan kampanye.
2. Spanduk atau banner.
3. Jejaring media sosial.
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi).
5. Ceramah keagamaan.
6. Media masa cetak atau elektronik.
7. Pamflet.

Pada huruf (i) disebutkan, dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa.

Bab.III
Penutup
C.    ANALISIS PENULIS
Analisis penulis berkaitan dengan  Surat Edaran hate speech ber-Nomor SE/06/X/2015, yang ditandatangani pada 8 Oktober 2015 lalu,  Kapolri Jenderal  Badrodin Haiti telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kapolri untuk menangani ujaran kebencian (hate speech) tersebut. Kini   menimbulkan pertanyaan apakah aturan tersebut akan memengang kebebasan perbendapat di masyarakat? dan apakah aturan ini menjadi alat politik bagi penguasa...?
 Penulis berpendapat bahwa, Kapolri melanggar hak asasi manusia setiap warga negara yang diberikan oleh UUD 1945 pasal 28 J, sebagaimana mengatakan bahwa hak kebebasan ekspresi, hak, mengeluarkan pendapat di muka umum baik secara lisan, tulisan ataupun melalui saluran yang telah tersedia, termasuk media sosial. Peraturan penghinaan sudah jelas diatur dalam pasal 156, dan pasal 157  KUHP. Sebagaimana  Pasal 156  mengatakan bahwa, “Barang siapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana dengan paling banyak empat tahun pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat indonesia yang berada dengan  beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebebasan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Sedangkan  pasal 157 KUHP mengatakan bahwa, (1). Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan  permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara atau terhadap golongan–golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan  pidana  paling lama dua tahun eman bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2). Jika yang bersalah melakukan kejahatan  tersebut pada waktu menjalankan pencaharian dan pada saat itu juga  yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencaharian tersebut.” Dan kebebasan  menyiarkan  pers juga telah di atur pula dalam Undang-undang  IPTEK, apabila sesuatu yang melampaui norma-norma didalam tatanan kehidupan  berbangsa dan bernegara di penanganan diselesaikan sesuai dengan KUHP sangat jelas di atur.
Jadi, saya berpendapat bahwa, Kapolri tidak perlu lagi  mengelurakan surat edaran ini.  sekarang ini era reformasi, jika surat edaran ini terus diterapkan disetiap daerah,  oleh jajaran kepolisian di seluruh Indonesia,  maka pembungkaman demokrasi di masyarakat terus terjadi, kebebasan perespresi masyarakat terus di tekan oleh adanya surat edaran ini. Peraturan tersebut akan memengang kebebasan berpendapat  dan mencegah kritis terhadap  pemerintahan saat ini. Surat edaran ini di munsulkan  untuk membentengengi krebilitas Eksekustif dan termasuk pemerintahan  Presiden Jokowi saat ini. Seperti kita ketahui bahwa, pemerintahan  Presiden Jokowi saat ini banyaknya ditengah  hujan kritis, dengan demikian adanya surat edaran ini mengaputasi kebebasan berpendapat di masyarakat dan aturan ini menjadi alat politik bagi penguasa negara, bahkan para penguasa di daerah.


By Sam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar