Jumat, 22 April 2016

Organized Crimes Group/ Kelompok Kriminal  Kejahatan.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara Papua New Guinea – secara historis, Papua New Guinea secara resmi suatu negara demokratis yang tetap menjadi wilayah Ratu Elizabeth II. Tapi banyak akademisi menyebutnya sebagai "demokrasi teratur", karena terlalu banyak orang di sini hidup dalam kemiskinan ekstrim dan milik kelompok berbagai Raskol (penjahat). Budaya geng lokal membuat Port Moresby, ibukota negara, kota kejahatan terkenal didunia. Negara ini sangat rusak. Hukum dan ketertiban runtuh, dan geng sering menjadi ujung tombak kelangsungan hidup bagi Papua New Guinea citi
zens.80% kaum muda yang menganggur, dan sekitar sepertiga dari penduduk harus hidup dengan kurang dari $ 1,25 per hari[1]. Tidak heran bahwa orang-orang muda meninggalkan sekolah, membawa senjata dan berjuang untuk hidup mereka. Koran lokal memuat laporan Bank  Dunia bahwa bisnis di Papua Nugini tertahan karena biaya tinggi akibat kriminalitas dan kekerasan. Lebih dua pertiga perusahaan menghabiskan 5 persen biaya tahunan mereka untuk jasa keamanan swasta. Perusahaan juga melaporkan kerugian sebesar $59.000 per tahun untuk pencurian oleh staf mereka sendiri . Perusahaan akan berfokus untuk melindungi keamanan asetnya, dan biayanya itu mereka bebankan pada konsumen melalui harga tinggi, pilihan yang lebih sedikit, serta ketiadaan produk dan layanan baru. Pada akhirnya, semua orang di Papua New Guinea harus membayar demi kriminalitas ini.
Tepat sehari sesudah laporan itu, Perdana Menteri O Neill merespons: tingkat kriminalitas menurun dalam tiga terakhir, terbukti dengan jumlah penghuni penjara menurun lebih dari 50 persen (dari 1000 lebih menjadi 450). Walaupun, orang tentu bertanya, menurunnya penghuni penjara ini apakah karena para raskol sudah bertobat ke jalan yang benar, ataukah karena polisi tidak bekerja untuk menangkapi raskol. Kenyataannya, laporan di koran yang sama menunjukkan jumlah penghuni penjara di Papua New guinea adalah 4280; 31 persen di antaranya adalah penghuni yang sudah pernah menjalani hukuman sebelumnya, dan jumlah narapidana yang melarikan diri sebanyak 1600 orang.
B.     Rumusan  Masalah
1.      Bagimana kelompok Raskol muda melakukan kejahatan terhadap warga, kejahatan harus memahami tingkah laku manusia baik dengan pendekatan deskriptif maupun dengan pendekatan kausal, sebenarnya dewasa ini tidak lagi dilakukan penyelidikan sebab musabab kejahatan, karena sampai saat ini belum dapat ditentukan faktor penyebab pembawa risiko yang lebih besar atau lebih kecil dalam menyebabkan orang tertentu melakukan kejahatan, dengan melihat betapa kompleksnya perilaku manusia secara berkelompok dan terorganisir .
2.      Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam hukum  internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orang-orang, sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan internasional telah secara luas menggambarkan "kejahatan terhadap umat manusia" sebagai tindakan yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya kejahatan terhadap kemanusian dilakukan atas dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan Yugoslavia.
3.      Diatur dalam Statuta Roma. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terdapat penduduk sipil.
Kejahatan terhadap kemanusiaan ialah salah satu dari empat Pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya ialah Genosida, Kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengenal dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan oleh kelompok Raskol.
2.      Mengetahui latar belakang terjadinya kejahatan, teori-teori tentang kejahatan, dan juga upaya untuk menanggulanginya
3.      Meningkatkan pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan akibat adanya kelompok kejahatan/organized crimes.
  BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Kejahatan
Diatur dalam Statuta Roma, sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi [2]kejahatan terhadap kemanusiaan ialah  Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi tentang hukum pidana Internasional crimes[3]  sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara, antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subjek Hukum lain bukan Negara, atau subjek Hukum bukan Negara satu sama lain.
Negara Papua New Guinea- Ibu Kota Port Moresby  (PNG) adalah kota angka kriminalitasnya yang sangat tinggi, bertahun-tahun ini Port Moresby selalu masuk daftar kota paling tidak layak huni di dunia—tahun 2003,  bahkan nomor 1 dari 130 kota dunia menurut majalah The Economist. Kota ini orang asing tidak bisa pejalan kaki  sendirian, atau orang kulit putih turis asing  tidak bisa pejalan kaki, kecuali di temani oleh sejumlah orang banyak. Di kota ini juga orang asing atau warga lokal tidak bisa bergaya berlebihan, misalnya pakai pakaian yang rapi, berdasi dan pakai mobil yang mewah berjalan mengunjungi di tempat supermarket, mall-mall dan ke bank .
Port Moresby City.


Bagi para orang asing, satu-satunya alat transportasi adalah mobil pribadi. Kebanyakan mereka bahkan tidak berani naik taksi, khawatir perampokan , penodongan  atau penculikan oleh sopir taksi. Para ekspatriat selalu bepergian dengan mobil. Kelompok Raskol  mereka bahkan punya SOP.  Sop menjadi pedoman  bagi  melaksanakna, menjadi alat komunikasi antara pelaksana dan pengawas dan menjadikan pekerjaan aksinya diselesaikan secara konsisten , yakni; Sop tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian dalam aksi kejahatannya. 
Contoh kasus, seorang warga asing (indonesia) bercerita, ketika  berkendara mobil  setelah pukul delapan malam. “Terkadang mobil dilempari batu atau dihentikan orang di jalan. Bahkan kalau ban bocor pun, mereka terus memaksa menancap gas sampai rumah; tak seorang pun berani turun dari mobil untuk mengganti ban, apalagi di tengah malam. Sudah dua kali ban mobilnya sampai rusak total karena dipaksa jalan dalam keadaan bocor. Raskol, para bajingan, bisa muncul di tempat dan waktu dan dengan cara yang tidak pernah kita duga.
Dan raskolisme itu benar nyata, sampai banyak eskpat bosan yang rela membayar uang langganan US$1.000 per tahun untuk masuk group eksklusif  Yacht Club (dan masih harus membayar harga makanan yang minimal U$30 per porsi), karena mungkin sudah tidak ada lagi ajang sosialisasi lain. Warga lokal setempat mengingatkan setiap orang  berjalan sendiri“Youpela orait, a?” anda tetap percaya diri? berjalan hati-hati.
Selain itu ada juga beberapa definisi tentang kejahatan menurut para ahli, diantaranya :
A.   Teori Tentang Sebab-sebab Kejahatan
            Made Darma Weda (1996:15-20) mengemukakan teori-teori kriminologi tentang kejahatan, sebagai berikut :
1.        Teori Klasik
 Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik. Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak. Menurut Beccaria (Made Darma Weda, 1996:15) bahwa[4]: Setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit yang diperoleh dan perbuatan tersebut. That the act which I do is the act which I think will give me most pleasure.
2.    Teori Neo Klasik.
Menurut Made Darma Weda (1996:15) bahwa:
Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tenteng sifat-sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-parbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa katakutannya terhadap hukum.
3.    Teori Kartografi/Geografi
Teori kartografi  yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial. Menurut   Made Darma Weda (1996:16) bahwa: Teori ini kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu sendiri.
4.    Teori Sosialis,
Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi.
Menurut para tokoh ajaran ini (Made Darma Weda 1996:16) bahwa  “kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.”  Satjipto Rahardjo (A.S. Alam, Kuliah Kriminologi, 13-11-1999) berpendapat bahwa “Kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara melakukan kejahatan.”
            Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.
5.    Teori Tipologis
            Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori tipologis atau bio-typologis. Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat. Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Teori Lombroso/Mazhab Antropologis
Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut Lombroso (Made Darma Weda 1996:16-17) bahwa: Kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.
Adapun beberapa proposisi yang dikemukakan oleh Lombroso (Made Darma Weda, 1996:16) yaitu:
1.      Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;
2.      Tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang  bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;
3.      Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku kriminal;
4.      Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejahatan   kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan;
5.      Penganut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh ciri-ciri tertentu.
Aliran Lombroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan kemudian membantah teori Tarde tentang theory of imitation (Le lois de'l imitation).
Teori Lombroso ini, dibantah oleh Goring dengan membuat penelitian perbandingan. Hasil penelitiannya tersebut, Goring (Made Darma Weda, 1996:18) menarik kesimpulan bahwa “Tidak ada tanda-tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penjahat, demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe.
Menurut Goring (Made Darma Weda, 1996:18) bahwa “Kuasa kejahatan itu timbul karena setiap manusia mempunyai kelemahan/cacat yang dibawa sejak lahir, kelemahan/cacat inilah yang menyebabkan orang yersebut melakukan kejahatan.”
  Dengan demikian Goring dalam mencari kausa kejahatan kembali pada faktor psikologis, sedangkan faktor lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap seseorang.
b.    Teori Mental Tester
Teori mental Tester ini muncul setelah runtuhnya teori Lombroso. Teori ini dalam metodologinya menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat dan bukan pejahat.
Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996:18) bahwa:Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum.
Berdasarkan pendapat tersebut, teori ini memandang kelemahan otak merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab orang melakukan kejahatan.
c.    Teori Psikiatrik
Teori psikiatrik merupakan lanjutan teori-teori Lombroso dengan melihat tanpa adanya perubahan pada ciri-ciri morfologi  (Made Darma Weda, 1996:19) bahwa: “Teori ini Iebih menekankan pada unsur psikologis, epilepsi dan moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacauan¬ kekacauan emosional, yang dianggap timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi¬ situasi sosial.”
d.     Teori Sosiologis
Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi. Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis.
Teori ini menafsirkan kejahatan (Made Darma Weda, 1996:19) sebagai: fungsi lingkungan sosial (crime as a function of social environment).Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses yang sama seperti kelakuan sosial. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.
6.      Teori Lingkungan
 Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab Perancis. Menurut  Tarde (Made Darma Weda, 1996:20)
“Teori ini seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi.”
    Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-buku serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan.
Menurut Tarde (Made Darma Weda, 1996:20) bahwa: Orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation. Berdasarkan pendapat Tarde tersebut, seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.
7.    Teori Biososiologi
            Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain¬-lain. Aliran biososilogi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aIiran antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap¬-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.
Menurut  Made Darma Weda, (1996:20) bahwa:Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan menghadapi sidang MPR.
8.    Teori NKK
            Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang rnencoba menjelaskan sebab terjadinya kejahatan di dalam masyarakat. Teori ini sering dipergunakan oleh aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat.
            Menurut A S. Alam (Kuliah Kriminologi, 13-11-1999) bahwa rumus teori ini adalah:
N + K1 = K2
Keterangan:   
       N       = Niat
       K1     = Kesempatan
       K2     = Kejahatan         
Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula akan terjadi kejahatan.
Kesimpulan

 Ada berbagai-bagai faktor penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Sebagai kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan  terhadap norma - norma, terutama norma hukum.
 Di dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan hukum ini disebut sebagai kejahatan atau pelanggaran. Dan kejahatan itu sendiri merupakan masalah sosial yang berada di tengah - tengah masyarakat, dimana si pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat.   
            Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan. Pertama adalah faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang maksudnya bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan  sebuah kejahatan itu timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh faktor keturunan dan kejiwaan (penyakit jiwa). Faktor yang kedua adalah faktor yang berasal atau terdapat di luar diri  pribadi si pelaku. Maksudnya adalah: bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan  itu timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri  yang didasari oleh faktor rumah tangga dan lingkungan.[1]
 Adapun faktor penyebab yang mendominasi terjadinya tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur adalah:[2]
            1.  Faktor keinginan
            2.  Faktor kesempatan
            3.  Faktor  lemahnya iman
  Jika ketiga faktor itu telah terkumpul, maka perbuatan akan terlaksana dengan mudah. Tapi apabila salah satu dari ketiga faktor tersebut di atas tidak terpenuhi maka kejahatan tidak mungkin terjadi. Misalnya saja apabila hanya ada faktor keinginan dan faktor lemahnya iman, sedangkan faktor kesempatan tidak ada maka perbuatan itu tidak akan terjadi. Demikian juga apabila hanya ada faktor kesempatan, sedangkan faktor keinginan tidak ada serta faktor imannya ada maka perbuatan itu juga tidak akan terjadi.
            Tetapi faktor yang paling menentukan dalam hal ini adalah: faktor lemahnya iman. Jika  lemahnya iman seseorang atau iman seseorang tidak ada, maka perbuatan pasti akan terjadi tanpa ada yang dapat mencegahnya.
  Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional. Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi. Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum.  Adapun penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.
Port Moresby adalah kota unik di dunia. Di antara kota-kota yang tak layak huni lainnya, ada Lagos dengan kekacauan konfliknya, ada Bogota dengan mafia narkotikanya, Karachi dengan kriminalitas dan terorismenya, tetapi Port Moresby sama sekali tidak memiliki kekacauan sevulgar itu. Di balik sekilas penampilannya dan orang-orangnya yang easy going, ini adalah kota yang dikuasai oleh gang raskol, yang mewariskan cerita seperti perampokan bank dengan senapan mesin M-16, perampokan mobil oleh gerombolan bersenjata, hingga perkosaan massal terhadap penumpang perempuan yang diseret turun dari bus. Rumah- orang-orang kaya di kawasan elit semuanya dikelilingi tembok tinggi dengan gulungan kawat berpisau di atasnya, masih dikawal satuan pengaman bersenjata.
Raskol menyebabkan harga barang yang makin mahal, dan mahalnya barang membuat tekanan hidup sehingga makin banyak anak muda yang menjadi raskol. Ini adalah sebuah lingkaran setan yang sulit diurai. Apalagi banyak perusahaan lebih memilih merekrut pegawai asing daripada orang lokal, sebuah langkah yang lebih mahal tetapi lebih efisien, sekaligus menyebabkan pengangguran semakin parah dan tekanan hidup penduduk lokal semakin meningkat dan raskolisme semakin menggila. Saya sempat tinggal di beberapa permukiman kumuh di Port Moresby, yang membuat saya sadar bahwa ketakutan terhadap raskol ini bukan hanya monopoli kami orang asing. Bahkan penduduk lokal pun banyak yang tidak berani keluar rumah sendirian atau menumpang kendaraan umum, juga tidak mengunjungi daerah permukiman yang lain apabila mereka tidak kenal siapa-siapa di sana. Setiap permukiman bagai sebuah “cluster” bagi penghuninya; mereka bekerja di kota dan pulang ke permukiman masing-masing, tidak berkeliaran di tempat yang bukan zona mereka. Tidak ada yang bisa menjamin keamanan, bahkan seorang pejabat tinggi kementerian bisa ditembak mati oleh pengawalnya sendiri di dalam kantornya sendiri.
 Photographer Stephen Dupont menciptakan serangkaian potret budaya geng yang dikenal sebagai KIPS Kaboni (Red Devils) yang menunjukkan wajah asli Papua Nugini demokrasi. 
Gambar berikut ini, Organized Crimes Group.







 













Tujuan Kelompok Kejahatan harus menyerahkan  sejumlah Uang/have to money.














B. Penyeba Terjadinya kejahatan di Moresby-PNG.
1.        Kemiskinan, pengangguran, kebuta hurufan (kebodohan), ketiadaan/ kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi.
2.        Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial
3.        Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan di negara ini.
 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan dari aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime")[5], antara lain:
a.         Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan), ketiadaan/ kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yanag tidak cocok/serasi.
b.        Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena 81 proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial
c.         Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga
d.        Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain.
e.         Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial, kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan
f.         Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga
g.        Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempat kerjanya atau lingkungan sekolahnya
h.        Penyalahgunaan alkohol, ganji, narkoba dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas
i.          Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian
j.          Dorongan-dorongan (khususnya oleh media massa) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleransi.
C.      Tipe Kejahatan
Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
a.         Karir penjahat dari si pelanggar hukum
b.         Sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok
c.         Hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah
d.        Reaksi sosial terhadap kejahatan.

Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut :
1.        Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan. Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
2.        Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
3.        Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari.
4.        Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
5.        Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas.
6.        Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
7.        Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.
8.        Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan ini tidak selalu keras.
D.    Tujuan Penghukuman
Apabila berbicara mengenai penghukuman, maka pertanyaan yang kerapkali muncul adalah apakah tujuan hukuman itu dan siapakah yang berhak menjatuhkan hukuman. Pada umumnya telah disepakati bahwa yang berhak menghukum (hak puniendi) adalah di dalam tangan negara (pemerintah). Pemerintah dalam menjatuhkan hukuman selalu dihadapkan pada suatu paradoksalitas, yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut :
Pemerintah negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi kadang-kadang sebaliknya, pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan karena menjatuhkan hukuman itu maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah negara sendiri diserang, misalnya yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi pada satu pihak pemerintah negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapapun juga, sedangkan dipihak lain pemerintah negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu. Orang berusaha untuk menunjukkan alasan apakah yang dapat dipakai untuk membenarkan penghukuman oleh karena menghukum itu dilakukan terhadap manusia-manusia yang juga mempunyai hak hidup, hak kemerdekaan bahkan mempunyai hak pembelaan dari negara itu juga yang menghukumnya. Maka oleh karena itu muncullah berbagai teori hukuman, yang pada garis besarnya dapat dibagai atas tiga golongan :
a.       teori absolut atau teori pembalasan
b.      teori relatif atau teori tujuan
c.       teori gabungan.
E.       Teori-teori Kejahatan
1.        Teori Belajar Sosial
2.        Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya, mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan. Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikap-sikap dan pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
3.        Teori Kontrol Sosial
4.        Teori Kontrol Sosial menyatakan bahwa ada suatu kekuatan pemaksa di dalam masyarakat bagi setiap warganya untuk menghindari niat melanggar hukum. Dalam kaitan ini ada beberapa konsep dasar dari Kontrol Sosial yang bersifat positif, yakni Attachment, Commitment, Involvement, dan Beliefs, yang diyakini merupakan mekanisme penghalang bagi seseorang yang berniat melakukan pelanggaran hukum.
5.        Teori Label
6.        Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan.
7.        Konsep teori labeling menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kebijakan pemerintah/negara dalam  penaggulangan kejahatan kepada kelompok raskol atau yang biasa disebut dengan istilah ‘politik kriminal' dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Maka perlunya upaya penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan :
a.         Penerapan hukum pidana kelompok raskol (criminal law application)
b.         Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)
c.         Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa  (influencing views of society on crime and punishment/massa media).
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur 'penal' (hukum pidana) dan lewat jalur 'non penal' (bukan/diluar hukum pidana). Dalam pembagian tersebut diatas upaya-upaya yang disebut dalam (b) dan (c) dapat dimasukkan dalam kelompok upaya non penal.
Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat represif sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas.
B.       Saran
Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan, maka negara melakukan upaya pencegahan dan penindakan kepada kelompok raskol secara kontinju.

Catatan: Tulisan ini syarat  sebagai memenuhi tugas Hukum Pidana Internasional, Pada Program Pasca Sarjana  Fakultas Hukum  Unpad –Bandung 2016.



[1] .Membaca artikel Foto-Foto Gangster Di Papua New Guinea dengan url http://gudang-gw.blogspot.co.id/2013/03/foto-foto-gangster-di-papua-new-guinea.html.
[2] . Www.pusat dokumentasi.Elsam.com.
[3] .  Prof. Mochtar Kusumaatmadja.pengantar Hukum Pidana Internasional. PT.Rafika.Aditama. Bandung  2000.Hlm.27.
[4] . Andi Hamzah, Hukum Pidana dan Acara Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia.1986),hlm 64.
[5] . Www.Statuta Roma.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar